Media mencoba menggiring persepsi publik terhadap Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
Teknologi digital merupakan salah satu faktor kekacauan informasi di Indonesia. Mengapa ini terjadi dan bagaimana kita bisa menanggulanginya?
Pernyataan sikap Remotivi atas pemberian medali kebebasan pers pada Presiden Joko Widodo pada Hari Pers Nasional, 9 Februari 2019.
“Azab” menjadi narasi yang kerap muncul di media untuk menjelaskan tragedi, seperti dalam gempa Palu dan kecelakaan pesawat Lion Air. Kenapa ini terjadi?
IndonesiaLeaks membawa temuan berharga dalam upaya pengentasan korupsi. Sayangnya, liputan media membuatnya jadi drama sinetron.
Jelang pemilu 2019, pemerintah kian rajin mencipta gelembung-gelembung persepsi semisal, “BBM satu harga di seluruh Indonesia”, “angka kemiskinan terendah sepanjang sejarah”, dan lainnya. Namun, seperti halnya gelembung, klaim-klaim ini besar tapi kosong.
Semenjak dicetuskan Presiden Joko Widodo, media memperdebatkan ide penerapan kredit mahasiswa yang mencontoh praktik Amerika Serikat. Sayangnya, ada substansi yang hilang dalam lautan kontroversi.
Debat kusir antara Fadli Zon dan Tsamara yang mendapatkan tanggapan dari media Rusia adalah kesempatan kita belajar tentang propaganda gaya baru.
Tanggal 8 November, stasiun televisi menayangkan liputan khusus terkait pernikahan putri Joko Widodo secara berlebihan. Sekali lagi, frekuensi publik digunakan untuk kepentingan privat.
Banyak orang dipermalukan di Internet atas nama sanksi sosial. Apakah perilaku seperti ini selalu dapat dijustifikasi?
Investigasi Nairn menunjukkan bahwa elit menyetir wacana publik. Apakah kita benar-benar bebas berpartisipasi dalam ruang-ruang politik?